Saat Keluarga Bharada E Berharap Hakim Beri Vonis Paling Ringan untuk Anaknya…

JAKARTA, KOMPAS.com – Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu akan menjalani sidang vonis kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat pada 15 Februari 2022 mendatang.

Menjelang sidang vonis, ayah dan ibu Bharada E yaitu Junus Lumiu dan Rynecke Alma Pudihang terus memberikan dukungan dan penyemangat dengan menghadiri sidang duplik anaknya.

Usai agenda sidang duplik yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (2/2/2023) kemarin, Rynecke berharap hakim dapat memberikan vonis yang paling ringan untuk anaknya.

“Jadi, kami sebagai orangtua hanya mengharapkan, kata orang itu surat terakhir kepada, sangat memohon kepada majelis hakim kalau bisa melihat dengan baik dengan hati nurani agar bisa memberikaan putusan yang adil seadil-adilnya atau ringan seringan-ringannya untuk anak kami Richard Elliezer,” ujar Rynecke di PN Jaksel, Kamis, kemarin.

Di situ, Rynecke mengaku pihak keluarga sempat kecewa dengan keputusan jaksa penuntut umum (JPU) yang memberikan tuntutan 12 tahun kepada Bharada E.

Maka itu, menjelang vonis ini, ia memohon kepada hakim untuk memberikan hukuman yang seadil-adilnya mengingat posisi Richard yang merupakan justice collabolator dalam kasus itu.

Selain itu, Rynecke menyatakan akan menghadiri langsung sidang vonis anaknya yang digelar pada pekan ketiga bulan Februari itu.

“Pasti datang kasih semangat buat Icad (sapaan Richard Eliezer),” kata Rynecke.

Tuntutan JPU beri preseden buruk

Dalam sidang yang beragendakan duplik Bharada E, penasihat hukum menyampaikan permohonan maaf kepada JPU jika pertanyaan kliennya perihal “apakah kejujuran harus dibayar 12 tahun penjara” dalam nota pembelaan atau pleidoi pribadinya telah mengganggu mereka.

Menurut Ronny, nota pembelaan Richard Eliezer semata-mata hanya berisi cerita kehidupan pribadi dan ungkapan hati terdalam sebagai orang lemah dan tidak berdaya yang menjadi terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat

“Dari lubuk hati yang paling dalam, terdakwa yang merupakan anggota polisi dengan pangkat terendah dan tidak pernah mengenyam pendidikan tinggi hukum bertanya, ‘Apakah kejujuran harus dibayar 12 tahun penjara?’,” papar Ronny dalam persidangan duplik kemarin.

“Jika pertanyaan dari terdakwa tersebut telah mengusik atau mengganggu kenyamanan penuntut umum, izinkan kami mewakili terdakwa untuk menyampaikan permohonan maaf kepada yang terhormat penuntut umum,” tuturnya.

Selain itu, Ronny juga menyatakan kalau tuntutan 12 tahun penjara yang disampaikan JPU terhadap kliennya bakal menjadi preseden buruk bagi saksi pelaku (justice collaborator) yang bekerja sama dengan penegak hukum.

Ronny berpandangan jaksa penuntut umum telah mengakui Richard Eliezer merupakan saksi pelaku yang bekerja sama untuk mengungkap tindak pidana yang didakwakan dalam surat tuntutan tertanggal 18 Januari 2023.

Bahkan, JPU juga begitu memuji kejujuran dan konsistensi Bharada E sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum lantaran kejujuran dan konsistensi telah teruji dan dijustifikasi oleh LPSK.

Namun, menurutnya, sikap JPU itu tidak sangat bertolak belakang dengan pernyataannya karena menuntut Richard Eliezer lebih tinggi dari terdakwa lainnya yaitu Ricky Rizal Wibowo, Kuat Ma’ruf dan Putri Candrawahi.

“Sehingga menimbulkan preseden yang buruk bagi saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator di waktu yang akan datang dan siapa pun yang bersedia berkata jujur untuk mengungkapkan suatu peristiwa pidana,” imbuhnya.

Potret Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo bersama para ajudan.(TRIBUN/ISTIMEWA)

 

Loyalitas ke Sambo

Ronny juga menyatakan loyalitas kliennya terhadap atasan, yakni Ferdy Sambo, tidak bisa dianggap sebagai niat jahat (mens rea) saat menembak Brigadir J pada 8 Juli 2022 lalu.

Loyalitas dan niat jahat, kata Ronny, adalah dua hal berbeda dan tidak dapat diterjemahkan atau ditafsirkan dalam hubungan sebab akibat.

Ronny mengatakan, sikap patuh seseorang tidak dapat diartikan sama atau identik dengan persetujuan total atas apa yang diperintahkan.

Akan tetapi, kata Ronny, semata-mata karena terpaksa dipatuhi, atau yang bersangkutan tidak memiliki kuasa menolak perintah, karena pemberi perintah adalah seorang atasan dan sangat berkuasa.

“Bahwa oleh karena itu, seseorang yang memiliki kepatuhan atau kesetiaan kepada atasan, dan terpaksa melakukan perintah atasannya, tidak serta merta dapat disimpulkan memiliki niat jahat (mens rea),” kata Ronny.

Selain itu, Ronny juga menekankan, menurut keterangan ahli dalam persidangan menyatakan Richard adalah pribadi yang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap atasan.

Maka faktor perintah itu juga yang membuat Richard Eliezer melakukan penembakan terhadap Brigadir Yosua.

“(Melakukan penembakan) Setelah diperintahkan oleh saksi Ferdy Sambo dalam waktu yang sangat cepat,” ucap Ronny.

Dilema yuridis

Salah satu tim penasihat hukum Bharada E, Rory Sagala menilai JPU galau atau mengalami situasi dilema yuridis saat menentukan tuntutan 12 tahun penjara kepada terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

Seharusnya situasi galau itu membuat JPU berani memberikan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum bagi Richard Eliezer untuk dituntut lebih ringan daripada terdakwa lainnya.

Rory pun menjelaskan, dilema yuridis atau galaunya JPU itu karena penuntut umum masih bertumpu kepada perbuatan pidana terdakwa Richard Eliezer.

JPU dinilai belum bertumpu kepada peran Richard yang juga merupakan seorang JC dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

Padahal, menurut Rory, seharusnya pasal pidana dan kualitas perbuatan tidak lagi menjadi hal utama yang diterapkan kepada seorang justice collaborator.

“Karena yang terpenting adalah kerja sama dan konsistensi terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dalam mengungkap perkara,” ujar Rory.

Rory juga mengatakan, berdasarkan hukum, seharusnya JPU yang mengalami ketidakyakinan atau keragu-raguan terkait situasi dilema yuridis itu membuat JPU memilih keputusan yang menguntungkan terdakwa.

Namun, Rory menilai, ada kejanggalan dan keheranan karena JPU malah memberatkan terdakwa Richard Eliezer.

“Karena ini menyangkut nasib dan masa depan terdakwa yang sudah mengambil risiko dengan menyatakan kejujuran,” ujar dia.

 

credit: kompas.com – Saat Keluarga Bharada E Berharap Hakim Beri Vonis Paling Ringan untuk Anaknya… (kompas.com)

Bagaimana reaksi Anda?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
12345678
Selanjutnya