Mantan Hakim Agung: Bharada E Mungkin Bebas jika Majelis Hakim Berkehendak

JAKARTA, KOMPAS.com – Mantan Hakim Agung Djoko Sarwoko menilai, Richard Eliezer atau Bharada E sangat mungkin dijatuhi vonis ringan dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Bahkan, kata Djoko, Richard bisa saja divonis bebas seandainya Majelis Hakim berkehendak.
“Bahkan sebenarnya malah bisa membebaskan kalau hakimnya mau,” kata Djoko dalam program Satu Meja Kompas TV, dikutip Kamis (9/2/2023).
Menurut Djoko, terdapat dua alasan yang mungkin meringankan vonis atau bahkan membebaskan Richard dari perkara ini.
Pertama, meskipun Richard mengaku menembak Brigadir J, namun, tindakan ini dilakukan atas perintah atasannya, Ferdy Sambo.
Artinya, kata Djoko, penembakan itu bisa disebut sebagai perbuatan atas dasar pelaksanaan perintah jabatan.
Merujuk Pasal 51 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), perbuatan yang dilakukan atas perintah jabatan oleh penguasa berwenang tidak dipidana.
“Di situ disebutkan bahwa tidak bertanggung jawab,” terang Djoko.
Alasan kedua yang mungkin meringankan hukuman Richard ialah statusnya sebagai justice collaborator (JC). Sebagai JC, Richard berkontribusi membongkar perkara kematian Brigadir J.
Dia juga diyakini bukan aktor utama dari dugaan pembunuhan berencana ini sehingga seharusnya mendapat hukuman paling ringan dari terdakwa lainnya.
“Sebagai justice collaborator yang menurut Undang-undang Perlindungan Sanksi dan Korban (LPSK) ini ada semacam prestasinya kalau dia ikut membongkar persoalan itu,” kata Djoko.
Lagi pula, lanjut Djoko, Ferdy Sambo dalam persidangan berulang kali menyatakan bahwa dia akan bertanggung jawab atas perkara ini.
Oleh karenanya, hukuman terhadap mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu seharusnya menjadi yang paling tinggi.
“Sambo berulang kali mengatakan bahwa itu semua tanggung jawab saya, kan begitu dia mengatakan,” tutur Djoko.
Adapun dalam kasus ini Richard Eliezer dituntut 12 tahun pidana penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU). Richard dianggap sebagai eksekutor penembak Yosua.
Dalam pleidoi atau nota pembelaannya, Richard meminta dirinya dibebaskan karena terdapat alasan penghapus pidana.
“Kiranya di palu Yang Mulia Majelis Hakim akan menorehkan sejarah penegakan hukum yang berpihak pada rasa keadilan dan pada akhirnya kami mohon putusan dengan amar sebagai berikut, mengadili, menyatakan terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum,” kata pengacara Richard, Ronny Talapessy, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Rabu (25/1/2023).
Sementara, Ferdy Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup. Kemudian, Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf, dan Ricky Rizal dituntut 8 tahun pidana penjara.
Pada pokoknya, kelima terdakwa dinilai jaksa terbukti bersalah melakukan tindak pidana melakukan pembunuhan terhadap Yosua yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, kasus pembunuhan Brigadir J dilatarbelakangi oleh pernyataan istri Sambo, Putri Candrawathi, yang mengaku dilecehkan oleh Yosua di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Yosua.
Disebutkan bahwa mulanya, Sambo menyuruh Ricky Rizal atau Bripka RR menembak Yosua. Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.
Brigadir Yosua dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.
Mantan perwira tinggi Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding rumah untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.
credit: kompas.com – Mantan Hakim Agung: Bharada E Mungkin Bebas jika Majelis Hakim Berkehendak (kompas.com)